Sumber: detik.com |
Saat ini teknologi telah memanjakan manusia dengan makin mudahnya berkomunikasi satu sama lain. Pertukaran informasi dapat dengan mudah dan cepat dilakukan melalui berbagai aplikasi media sosial. Ketika seseorang mengunggah suatu narasi di timeline media sosial, detik itu juga netizen bisa mengaksesnya.
Setiap warga negara mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum, termasuk media sosial. Namun bukan berarti mereka bebas mengeluarkan isi pikiran semaunya, hingga menghina, bahkan melukai golongan etnis tertentu.
Jika itu terjadi, tentunya pihak-pihak yang merasa tersakiti tidak akan tinggal diam dan membawanya ke ranah hukum. Akibat kepercayaan terhadap aparat berwenang yang kurang, upaya persekusi atau intimidasi sewenang-wenang ini menjadi sebuah pilihan.
Persekusi menjadi pembicaraan hangat di berbagai media online maupun cetak di Indonesia pada awal bulan Juni 2017. Kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi pintu gerbang untuk kasus-kasus persekusi tersebut. Berbagai laporan mengenai pasal 28 ayat 2 UU ITE meningkat secara drastis setelah kejadian ini.
Setelah Ahok dinyatakan bersalah, tindakan persekusi dengan cara memburu akun-akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial semakin gencar dilakukan. Tak peduli pria maupun wanita, remaja ataupun dewasa, berbagai golongan menjadi sasaran tindakan ini.
Ada dua kasus persekusi yang sempat viral menjadi perbincangan di berbagai media. Kasus persekusi terhadap seorang pemuda berumur 15 tahun di kawasan Cipinang, Jakarta Timur dengan tuduhan telah mengolok-olok salah satu ormas beserta pimpinannya melalui unggahan di media sosial. Dan juga seorang ibu, dokter Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solok yang diduga menjadi korban persekusi setelah menulis status di akun Facebook tentang pandangan dan pendapatnya mengenai kasus dugaan chat mesum pemimpin Front Pembela Islam.
Selain itu masih ada lagi sederet kasus persekusi yang terjadi di tanah air. Jaringan Penggerak Kebebasan Berekspresi se-Asia Tenggara atau SAFEnet mencatat sudah ada 60 kasus persekusi yang terjadi dalam rentang Januari-Mei 2017.
Bahaya persekusi
Secara tidak langsung, tindakan persekusi akan mengancam persatuan bangsa. Jika dibiarkan, persekusi akan menjadi potensi konflik horizontal. Masyarakat tidak lagi memaknai peraturan perundang-undangan sebagi payung hukum. Pembenahan hukum secara sewenang-wenang dilakukan dengan menegakkan kebenaran, tetapi cara yang ditempuh melanggar aturan.
Persekusi tanpa pembenahan yang tepat akan terus meluas. Bukan hanya dalam konteks agama, persekusi lain bisa terjadi dalam latar belakang lain seperti persaingan usaha, maupun persaingan pilkada dan pilpres. Akibatnya persekusi dianggap sebagai tindakan yang lumrah terjadi di masyarakat.
Upaya yang perlu dilakukan
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Menjaga agar tindakan persekusi lebih penting dilakukan daripada membiarkan pendapat orang-orang di sekitar kita menjadi objek persekusi oleh pihak-pihak yang tidak mengerti proses penanganan opini yang dianggap mengandung unsur sara.
Upaya pencegahan persekusi bisa dimulai dari diri sendiri. Sebelum menuliskan pernyataan di media sosial, pastikan tidak berisi ujaran yang menyebarkan kebencian sehingga mengundang perpecahan. Walaupun beropini di muka umum dibebaskan, akan tetapi jika sudah masuk ke muka umum, ada etika dan tanggung jawab yang harus diukur.
Selanjutnya, keluarga dan orang-orang di sekitar kita juga harus dilindungi. Opini mereka bisa menjadi celah terjadinya persekusi. Banyak warga yang tak sadar bahwa status-status yang ditulis di media sosial berpotensi melanggar hukum, misalnya mengumbar ujaran kebencian. Jika tidak disikapi secara dewasa, kerap terjadi adu opini yang berujung tindakan persekusi.
Jika dibiarkan, persekusi akan mengancam demokrasi melalui proses penegakan hukum berdasarkan tekanan massa. Pemerintah Indonesia harus melakukan penegakan hukum yang serius terhadap tindakan persekusi, tanpa pandang ras atau golongan. Selain itu perlu ada upaya dari Menkominfo untuk meredam persekusi melalui media sosial.
Pemerintah Indonesia melalui LPSK juga harus melindungi orang-orang yang menjadi target persekusi ini, karena setiap warga negara harus dilindingi dengan asas praduga tidak bersalah dan terhindar dari ancaman yang membahayakan jiwanya.
Tindakan pemburuan sewenang tidak perlu terjadi apabila masyarakat dan aparat hukum sama-sama mengawasi opini publik yang mengundang perpecahan. Selain itu perlu adanya toleransi pendapat antar masyarakat Indonesia yang beranekaragam dalam hal ras, agama, maupun politik.
Keragaman membutuhkan suatu semangat persatuan. Penghinaan terhadap seseorang atau kelompok tidak bisa dibenarkan. Pemburuan secara semena-mena terhadap orang yang menghina juga tidak boleh didiamkan.
Referensi:
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40069003
http://mediaindonesia.com/news/read/107482/mewaspadai-bahaya-persekusi/2017-06-05
http://hukum.rmol.co/read/2017/06/01/293816/Aksi-Persekusi-Melonjak-Gara-Gara-Ahok-
http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/06/03/inilah-kronologis-terjadinya-kasus-persekusi-terhadap-remaja-di-cipinang
Komentar
Posting Komentar